Selasa, 14 Agustus 2012

Life and Night Said


Suatu hari, Hidup berdiri di depan cermin. Ia meraba jengkah demi jengkah pantulan bayangannya di cermin itu, lalu berhenti di satu titik. Ia memandang jemarinya membeku di titik itu, semakin kuat tercengkram pada bagian itu. Bola matanya pun tak bergerak, penuh terpusat pada bayangan tanpa dosa itu. Baik-baik saja. Tidak ada yang rusak, luka, atau buruk. Namun semakin lama Hidup menatapnya, matanya semakin perih dan ia pun tak kuasa membendung sakit yang mendesak dadanya. Ia menangisi bayangan itu, tiada bisa diungkap melalui aksen apapun dari dirinya. Semua abstrak dan halus. Tidak semudah mengartikan air mata, karena seperti tidak terkoordinasi dengan benar, setiap gerak tubuh Hidup tidak bersatu pada yang seharusnya.
“Manusia itu.. Mereka berpura-pura tidak mengerti. Mereka berpura-pura tuli. Mereka tidak berusaha melihat apa yang terlihat melalui sisi murni. Merasa benar karena mereka melihat orang lain. Tetap merasa benar. Tanpa mereka tahu, untuk apa mereka ada di antaraku jika bukan untuk mencapai kebenaran? Bukan merasa dibenarkan.”
Lalu Malam datang, menepuk pundak Hidup dan berkata,
“Manusia itu.. Mereka berpura-pura tidak mengerti. Mereka berpura-pura tuli. Mengapa mereka tidak membuat hidup mereka lebih berguna? Mereka bahkan tidak menganggapku kesempatan, padahal aku ada di sana agar mereka sempat merenung. Mereka sibuk memikirkan mengapa orang itu dan ternyata orang itu. Aku tak pernah mendengar mengapa aku selama ini dan bagaimana aku besok. Mereka penuh prasangka.”
Hidup lalu mengusap air matanya lalu mempertegas sudut matanya, menatap tajam pada malam.
“Mereka memang penuh prasangka, namun Tuhan tidak menciptakan mereka untuk ‘bodoh’! Tidakkah mereka menghargai itu? Tidakkah mereka hendak menggunakannya? Manusia penuh prasangka, namun manusia bukan berarti tidak mampu mengendalikan prasangka mereka. Kalau mereka mau sia-siakan suatu hal, jangan sia-siakan aku! Jika aku boleh kecewa atau menyesal tanpa sia-sia, aku bukan berarti tidak ingin! Namun beginilah aku diciptakan, untuk mereka tiadakan. Untuk mereka anggap bisu dan tidak melihat apapun, tidak berpikiran apapun, serta tidak merasakan apapun. Mereka tetap merasa benar, mereka memang makhluk pintar. Tidak perlu kuragukan.”

Minggu, 08 Juli 2012

Wondeful 2012 | Give Thanks to Allah

On this occasion, let me share my big happiness to my blog readers :D haha

Alhamdulillah, thanks God!! This year, I get what I always want to have!
This year, every effort accepted!
This year, every way such opened!
And this year, everything *new* will just started :D

Terima kasih ya Allah, puji syukur pada-Mu :)
I'm accepted at Padmanaba just now (y)
SMA that's placed at Ave. Yos Sudarso 7 :D
SMA 3 Yogyakarta exactly its official name *wink*

What a wonderful 2012......
Thanks Allah :*
Since 2009-2012, I was learning at Herucakra (SMPN 1 Bantul)..
Knowledge leaded me here step by step :D
And 2012 came to stretch the reflection..
Just one way more to take..
National exam awaits then done!
One month later, I put my heart beated apart, just guessed if I'm failed, if I lose for this battle ._.
And I let my eyes closed, let them not see anything include what will probably happen next...

The Result!!!!!
Wuow, Padmanaba is in front of my eyes.
Thanks God, thanks..thanks..thanks..
I will string a new friendship up, knit another story of my life, and crochet new grapple.

This will just started :)
I promise to prove I deserve it.

Sabtu, 19 Mei 2012

My Dream Wanna Be---


Sungha Jung - This Love (Maroon 5)

I just so adored by someone who's often called "King of Guitar"..
Yeah, he is Seongha Jeong (Sungha Jung), who was born on September 2th 1996 in Sorth Korea.
One of his videos that make me so amazed is that one *I've put above*
He is a professional accoustic finger-style guitarist.
He was first become famous by his uploaded video on Youtube, and have been taking so many interest and also attention from every viewer -include myself.
Now he's often invited to some concerts of himself or just tone up someone else's.
Moreover, Lakewood, a guitar company brand, have sponsored him to reach his fame as what he have done until now!
Some of his cover is also played on some films as soundtrack.

You know what? I know there is nothing impossible and the word "late" will never be reason..
But, is it possible if I just tried on my age of 15 and dream of being talented as him?
Even if he have so well played on his 16th age, only a year elder than me??
Hahaha, yeah.. Let time gives me answer :D

Senin, 07 Mei 2012

WHAT'S A FUTURE



What's a future?? Atau dalam bahasa Indonesia, "Apa itu masa depan??"
Aku sedang sangat mengagumi kalimat itu. Entah mengapa jika dalam film, kata-kata itu seperti background soundtrack-nya. Lucunya, nyaris sejak aku sering memikirkan arti kalimat itu bagiku sendiri, beberapa hal dariku berubah. Lebih baik.
~~~
Apa arti sebuah kesuksesan tanpa perjuangan? Lalu.. Apa arti sebuah perjuangan jika hidup penuh dengan keberhasilan?
Melalui lintasan ini, aku menghayati dunia yang kuarungi.
Gagal. Mereka pernah gagal. Dia pernah gagal. Kau pernah gagal. Begitu juga aku, pernah gagal pula.
Pepatah mengatakan, “Guru yang terbaik adalah pengalaman.” Mungkin benar dan memang nyaris sepenuhnya benar. Namun menurutku, “Guru terbaik adalah proses.”
Proses.
Perlahan-lahan aku dikenalkan dengan komplikasi situasi yang memaksaku berpikir keras dan parahnya, aku ditakdirkan untuk memikirkannya sendiri. Hanya pada Tuhan aku berdiskusi karena aku tahu, tidak ada gunanya aku bicara pada semua orang di dunia ini. Mereka mungkin tidak peduli, tidak paham, atau tidak memiliki waktu untuk memikirkan kehidupanku yang rumit sementara memiliki waktu untuk diri mereka sendiri pun kadang sulit. Hanya Tuhan yang selalu punya waktu.
Aku kerap jatuh, tergelincir dan kegagalan merupakan lauk pauk keseharianku. Aku sempat putus asa dan membayangkan betapa buram masa depanku nanti jika aku tidak tetap berusaha merubah keadaan. Sedikit demi sedikit keyakinan akan kemampuan diriku sendiri terkikis, dan hanya menyisakan segelintir uap yang tak akan mencair. Aku masih meyakini keajaiban Tuhan, bahwa Tuhan sangat menghargai jerih payah umatnya. Maka aku tidak mau menyia-nyiakan kemurahan hati Tuhan itu.
Lalu aku menjadi sosok yang semangat dalam memandang cita-citaku. Memantapkan titik-titik penting penentu kecerahan dunia esok. Aku mengusahakan prestasiku, bukankah tiada yang tak mungkin? Seolah otak dan pikiran menjadi pembeda, menurutku itu sungguh tidak adil. Apakah dunia ini hanya boleh membahagiakan mereka yang cerdas? Maka aku pun berprinsip, “Kita sama-sama manusia. Maka jika dia bisa, aku juga pasti bisa.”
Akhirnya, beberapa hal mustahil yang dulu kuimpikan terpecahkan, menjadi wujud nyata hasil perjuangan serta air mataku selama ini.
Namun setelah keberhasilan itu, bukan berarti aku bebas dari hujatan orang-orang. Justru aku menghadapi gelombang yang lebih kuat namun aku tidak boleh membiarkannya menembus tembok karangku. Aku menghargai pola pikir mereka, itu hak mereka untuk berpikir sesuai prinsip mereka masing-masing. Namun aku pun beropini, dan seolah aku disadarkan setelah berhasil mengatakan apa yang selama ini tak bisa kuungkapkan. Tiba-tiba, setiap kata itu berdengung di telingaku, sebagai penyemangat untuk tetap bangkit meski badai pasti silih berganti menghujam tanahku hingga Tuhan memanggilku kembali.
Aku yakin. Aku tidak akan mengenal apa itu berhasil, jika aku tak pernah gagal. Tak bisa merasakan esensi kesuksesan tanpa pernah gagal. Maka sama sekali kita tak berhak menjadikan kegagalan adalah alasan kita berhenti berjuang. Karena takut gagal?? Padahal gagal mengajarimu menghargai keberhasilan??  Maka gagal sebenarnya adalah alasan mengapa kita memperjuangkan suatu hal. Karena hidup adalah antara kegagalan dan keberhasilan. Di mana sebenarnya hidup itu dipenuhi kegagalan kecuali mereka yang mensyukuri nikmat Tuhan, kemudian mengoptimalkan apa yang dikaruniakan Tuhan pada kita. Keberhasilan tidak mendatangimu yang tidak siap menerimanya, namun kamu yang siap menghadapi segala risiko yang akan mendatanginya.

Senin, 30 Januari 2012

KAMU! YA KAMU! RENUNGKAN INI ..

Jangan sombong karena kau menderita..
Berpikir seolah hanya kau yang merasa..
Mereka pun punya cara,
untuk menjadi diri mereka..
Bisa berharap dan memiliki mimpi..
Berpribadi dengan naluri,
yang kau tak berhak ikut campuri..
Adaptasi terhadap dunia yang kau anggap kejam ini,
secara yang tak berhak kau hakimi..
Jangan kau anggap mereka tak kenal hukum,
sadarlah, apa kau sendiri telah mengenalnya??
Apa kau tahu apa hukum itu sebenarnya?
Apa kau tahu apa hukum yang berlaku bagi kita?
"SAYA YAKIN, KITA SAMA-SAMA MERASA MEMENUHI"
Tapi tidakkah kau sempat memutar klise hidupmu beberapa waktu silam, sejenak?
Sebagian besar ketahuanmu, sebenarnya :
Kau hanya tahu,
semua orang harus menjaga perasaanmu..
Harus peduli padamu..
Harus mempertimbangkanmu..
Tanpa kau ingat, kau bukan satu-satunya.
Bukan satu-satunya YANG MEMBUTUHKAN.
Bukan satu-satunya YANG MENDERITA.
Tanpa kau coba, memberi mereka alasan membenarkan apa yang kau ketahui itu..
Sadarlah, kita sama-sama berusaha!
Hargailah, usaha mereka mengabulkan harapanmu
dan tetap mempertahankan kodratnya sebagai makhluk sosial.
Kita pada KEHIDUPAN, bukan lagi main drama!

_rqueeneland

Sabtu, 14 Januari 2012

NEW WAY FOR BLEED

Seolah sudah melihatnya--serangkaian takdir menjadi bayang-bayang di benakku. Seperti rapalan mantra, esoknya.. mereka semua menjadi kenyataan!


Pertama, aku menuduhnya sebagai tersangka kehancuran pertamaku. Memvonisnya seumur hidup terkutuk di mataku. Bagiku ia tak lebih dari penghancur, tak ada yang lebih buruk dibanding keberadaannya di dunia ini.


Kedua kalinya, aku semakin menganggap dia alasanku terombang-ambing di tengah danau sandiwaranya. Aku mulai membidikkan hinaan kepadanya. Yang terpenting dalam pikiranku saat itu, dia harus mati lebih dulu dan mempertontonkan itu di hadapanku sebelum aku harus menyusulnya. Kalau tidak, aku harus mati karena kematiannya. Tapi tak ada yang lebih mencela daripada mati bersamanya.


Ketiga kalinya, aku tak peduli apapun yang dia lakukan untuk melumpuhkan indraku. Apapun yang dia lakukan adalah salah dan selamanya salah bagiku. Tak perlu aku membuang waktu untuk mencari titik permasalahanku padanya, karena bagaimana pun dirinya, dalam pikiranku adalah "salah"!


Keempat, aku merenung. Benarkah ini salahnya? Benarkah selama ini aku menunda kebahagiaanku karena dia? Dan suatu malam yang sayup, purnama bangkit ditengarai langit suram. Aku melihat jawaban di antara gelap gulitanya tengah malam. Lalu aku berusaha memulai.


Kelima, sandiwara lain beradu. Aku berpacu membuat sandiwara yang lain. Sejauh itu aku ragu, apakah aku sudah terlalu menyimpang? Seberapa jauh aku membohongi diriku sendiri??
Dengan cara ini, aku menemukan dosaku yang lainnya..


Keenam kalinya, aku terbiasa dengan menyalahkan diri. Membuatku justru melihat hina di cermin. Aku gusar, apakah aku benar-benar selalu salah seperti itu? Aku memandang tanggapan orang secara melenceng dan bertanya lagi dalam hati, benarkah itu tadi adalah cara menyalahkanku?? Aku sudah terlalu jauh, sangat jauh. Hingga aku tidak menyadari kebenaran bagi siapapun, termasuk bagiku. Dan aku mulai tidak menyadari inti-inti penting kehidupan, inti penting yang mereka--yang kusayangi--berikan untukku.


Ketujuh, aku mengabaikan dia. Dia yang menjadi pelampiasan dosa-dosaku selama ini. Tak lagi terpengaruh keberadaannya untuk terluka. Tapi juga sedikit demi sedikit telah menemukan rumah untuk bahagia. Hipotesaku telah utuh dan sempurna meski metamorfosa hidup tak akan lepas dari kodratnya. Aku memang tak akan sepenuhnya pulih, tapi aku bisa baik dalam kondisi baru ini. Karena aku tak akan menunda kebahagiaan untuk menantikan syarat bahagiaku penuh. Akulah yang memutuskan hari-hariku untuk berbahagia. Aku tak perlu takut dan mengorbankan senyumku karena bayang-bayang menyedihkan di benakku. Bayang-bayang itu membuatku menyalahkan takdir, dan melihat ketiadaan nilai-nilai yang baik. Bukan aku yang hebat karena apa yang ada di pikiranku menjadi takdir di keesokan harinya. Namun benar adanya, pikiran merapalkan mantra. Secara biologis, syaraf-syaraf yang berpikir memang menyalurkan sinyal respon terhadap pikiran itu sehingga apa yang kuperbuat akan mewujudkan pikiran itu. Namun secara psikis, perkiraan burukku membuatku muram dan takut menghadapi hari, melupakan roda yang berputar, dan terjebak di air yang tergenang. Aku memustahilkan kemungkinan atas perubahan, dan membunuh hidupku bersama sisa bahagia yang mengembun sia-sia.


Namun hari ini tidak, besok juga tidak, selamanya pun tidak! Tidak akan kembali melayarkan puing-puing harapanku melewati medan magnet yang sama, tidak sedikitpun. Tidak sama sekali. Tidak untuk selamanya!



 
© Copyright 2035 Scarlet Threads Me
Theme by Yusuf Fikri