Selasa, 26 November 2013

The Rose - Bette Midler; Westlife

Some say love it is a river
That drowns a tender reed
Some say love it is a razor
That lead your soul to bleed
Some say love it is a hunger
An endless aching need
I say love it is a flower
And you, it's only seed

It's the heart afraid of breaking
That never learns to dance
It's the dream afraid of waking
That never takes the chance
It's the one who won't be taken
Who can not seem to give
And the soul afraid of dying
That never learns to live

When the night has been too lonely
And the road has been too long
And you think that love is only
For the lucky and the strong
Just remember in the winter
Far beneath the bitter snows
Lies the seed that with the sun's love
In the spring, becomes the rose

Angsa Kecil dan Rangkaian Bunga

Suatu sore, seekor angsa kecil berenang membelah sungai menghampiri ujung hilir yang tenang. Di sana, telah menanti dua angsa dewasa yang mulai tampak menua. Warna putih mereka memudar, seperti temaramnya sinar matahari kala itu. Setiap pagi, angsa kecil pergi bermain sedangkan angsa dewasa mengumpulkan makanan. Lalu sore hari, mereka akan berkumpul kembali di hilir.

Seiring berjalannya waktu, angsa kecil tumbuh dan menemui kebahagiaan yang lain. Ia menemukan mata air jernih yang tidak ia temukan di masa lalu. Ia menelusuri perairan di sekitar mata air itu, mengumpulkan kisah-kisah bahagia, merangkai bunga-bunga gugur yang entah bagaimana bisa tetap indah menjadi beberapa untai mahkota untuk ia tunjukkan saudara-saudara angsanya. Ia sudah berpikir, betapa mereka akan bahagia mengetahui segala yang ia temukan ini.

Angsa kecil itu kembali, dengan harapan besarnya itu, polos dan kanak-kanak. Namun, di hilir, sore itu belum ada yang pulang. Angsa kecil itu menunggu.
Hingga cukup lama ia di sana, tiada sisa cahaya matahari lagi, hanya rasa dingin yang menggelayut menyentuh bumi. Untaian bunga yang ia rangkai telah layu dan angsa itu hanya bisa menangis.

Keesokan harinya, angsa kecil itu pergi dari hilir, kembali ke tempat ia menemukan kebahagiaan. Ia tertawa dan lega, namun tak pernah melupakan saudara-saudara angsanya dan tetap merindukan mereka. Kembali, ia merangkaikan bunga-bunga untuk mereka.

Sudah beberapa sore, angsa-angsa lain tidak pernah kembali ke hilir. Angsa kecil itu hanya berpikir, "ke mana mereka?" Lalu beberapa malam ia habiskan di hilir sendirian.

Suatu ketika, angsa yang kecil telah beranjak dewasa dan mulai berpikir. Ia berhenti menunggu saudara-saudara angsanya dan meninggalkan hilir.

Angsa kecil itu tak pernah berhenti merangkaikan bunga untuk kedua saudaranya yang menghilang, sesekali ia kembali ke hilir meski tak sekali pun ia melihat mereka lagi. Hingga seekor angsa lain bertanya padanya, "Untuk apa kau masih melakukan ini?" angsa kecil itu menjawab, "Mereka telah berjanji padaku. Aku tahu mereka akan kembali. Aku tak ingin membayar itu dengan bunga layu, meski memang tak akan pernah mungkin terbayar."

Senin, 11 November 2013

Family. Great Family.

Well, I have no idea of the bright blue is covering the clouds today or sun’s shining over the rainfall is just “impossible”, but all I see is THAT. That’s which unseen. I don’t know but sorry I’m just at the top of my happiness tonight. So glad, for sure.
Suddenly, I want to write something about a great family. Some words last appeared on the last teardrop. So, can I start now? Alright, let’s go on.
I thought once just now, and then all these sentences flew throughout my mind. I guess it shouldn't happen with my blended brain, but I have no reason not to even thinking of anything. My last action: crying. I guess my tears are having a role of writing all these.
A great family, huh? What do you think about that?
To me a great family is: with you on your only time, on your last chance, on nowhere of nothing, on your step to win a thing, on your side to lose something, supporting you with all the way left, the one lifts you to upside and carries you from downside, showing you the best on you isn't to be the best person ever but to always be “you” no matter life tries to change you to, everyone here with your “only you”.
I may fall, but I’ll wake up again. I may lose, but I’ll be still my best. I may forget, but I don’t want to forget you, my great family J


(Some people would think that it is a reply of a letter, may be?)

Jumat, 18 Oktober 2013

Segelas Air

Di tengah teriknya sinar matahari, sekelompok dari mereka tetap harus berada di lapangan. Kalau bukan karena jadwal pelajaran menuntut mereka memenuhinya—entah bagaimana pun caranya, termasuk mengganti kehadiran dengan selembar kertas bertuliskan alasan—mereka akan bersikeras bahwa ini tidak seharusnya terjadi.
Salah satu dari mereka pula, seorang gadis yang di bawah langit berawan pun tidak tahan berlari cukup jauh, meski demikian tetap menyukai pendidikan jasmani sekejam apa pun itu menyiksanya. Lalu pagi—yang beranjak siang—itu membuatnya termenung sambil berpikir.
“Jelaslah, kalau dia sudah bermain lebih baik kita mundur. Tidak mungkin dikalahkan.”
“Wah, awas ini! Ayo siap-siap semua, pukulannya pasti jauh!”
Kalimat-kalimat itu membuatku teringat suatu saat. Saat ketika gelas yang kututup rapat-rapat menumpahkan air yang setiap detik kutuang ke dalamnya. Ketika biasanya aku sibuk melapisi gelas itu agar tak bercelah, kecuali saat itu. Terlalu banyak air dituang, air yang telah lama berada dalam gelas pun menggenang semakin ke permukaan, tumpah dan menjadikan gelas itu tak berguna.
Dan kalimat itu… Apakah seorang pelari akan selalu dapat berlari? Dan seorang perenang tidak mungkin tenggelam? Apakah dia yang tertawa tak mudah menangis? Bahkan gelas dapat menumpahkan isinya.
Sebenarnya apa yang bisa kuperbuat? Aku hanyalah aku. Tak terdefinisi, hanya penuh dengan kemungkinan. Aku hanyalah penulis cerita dalam sebuah cerita, yang mengetahui alur ceritaku lebih dari yang kutulis.

Jadi, mungkin lebih baik melihat mereka sebagai mereka? Selanjutnya, tidak perlu menyalahkan ekspektasi, bukan? Mungkin…
 
© Copyright 2035 Scarlet Threads Me
Theme by Yusuf Fikri