Selasa, 07 Juni 2011

TENGGELAM

Aku ingin kau tahu.. dan aku juga ingin tahu..
Tahukah kau bagaimana rasanya tenggelam??
Bukankah ..
gelap..., sesak..., pedih.., dan..., pasrah...,?
Dan mungkin tidak berbeda jauh dari kisah ini..

Dinar belum pernah menyadari hari-harinya berkesan. Ya, sebelum sesuatu terjadi. Gadis motivator itu ternyata juga sulit menggugah diri sendiri. Ya, sebelum sesuatu terjadi. Dan.. ia baru menyadari, hidupnya penuh arti saat ia mengenal... orang itu. Ia sadar, dirinya tak bisa menghidupi hatinya sendiri tanpa bernafas. Lalu kini, ia merasa telah menemukan belahan bumi yang sesuai, penuh udara yang masih bebas.. Dan ia merasa, jantungnya bernafas..

"Aku nggak tahu, apakah aku berani lebih jauh.. Kamu.. mengerti maksudku, kan?" tanya Dinar sambil mengerutkan kening, menyembunyikan terlalu banyak tenaga suaranya sehingga terdengar begitu lirih..
"Nggak apa-apa, Din.. Siapa yang tahu reaksinya? Atau bahkan rencananya mungkin?? Terlebih jika kau diam, menunggu. Lalu di sana ia juga sedang menunggu, menunggu langkahmu lebih pasti dan sebenarnya ia sudah memasang jebakan-jebakan dalam hatinya dan...."
"Ahhh, Izzah.. lebay!" gerutu Dinar sambil memberengut.
"Haha.. oke. Ya intinya, kalau ternyata dia dah nunggu kepastian lebih lanjut eh.. malah kamunya stop alias nyerah, mau jadi apa??" ucap Izzah dengan ekpresif, gerak tangannya lihai menunjukkan makna dan penekanan katanya. Membuat setiap orang yang melihatnya bangga, kagum. Entah karisma macam apa yang tersirat dalam sikap sepele itu saja.
"Ya tapi, kan... dia cowok Zah! Masak cemen banget,.. jadi aku terus yang maju?" tanya Dinar sambil menyunggingkan sebelah alisnya. Ekpresinya datar, namun kesal dan geram berkecamuk di dadanya.
Ah.. kalau benar yang dikatakan Izzah, tapi kenapa??
"Oke, cowok juga punya nyali masing-masing.. Mereka punya gengsi tinggi, sist.. Harga diri is everything.. Ya, mereka butuh sinyal biar mereka yakin sama keputusan mereka dan walaupun mereka sering tampak everything it is, I don't care .. mereka juga punya rasa takut jatuh, Din."
Ya.. mungkin benar kata Izzah. Mungkin materi yang terakhir tadi perlu lebih Dinar pelajari lagi..

 ~***~

Tian masuk ke ruang kelas dengan pikirannya bingung. Sedikit marah karena seketika ia masuk ke ruangan itu, ekspresi yang dinantinya tidak muncul. Segenap harapan yang ditumpukannya ambruk seketika, menatap gadis itu terlalu lugu terhadapnya.. Apa benar .. dia.. menyukaiku?? Rasanya ada lesus di kepalanya hingga pikirannya berantakkan.. Kenapa aku ingin.. mengamuk?? Tak ada pilihan logis yang mungkin saja dihadapinya sekarang ..dalam bayangannya.

~***~

Izzah tiba-tiba tampak murung.. Dan Dinar teringat terakhir kali sikap itu mendominasi diri gadis itu. Sejak Tian digosipi menyukai Ana. Padahal malah, menurut Dinar .. itu hal biasa saja, karena Tian dan Ana memang sangat dekat tapi sepengetahuannya, sedekat apapun hubungan dua orang itu hanyalah sebatas sahabat.. Terlebih bukankah memang teman-teman mereka suka membuat gosip-gosip berlebihan, seolah mulut mereka sariawan jika menahannya setengah hari saja. Namun Izzah sepertinya sangat hancur mendengarnya.

~***~

Esok harinya, Dinar terkejut mendapati wajah Izzah yang berbinar-binar. Senyumnya mengembang seketika matanya menyapu ruangan dan jatuh tepat dalam tatapan Dinar. Ia meringsut ke bangku sebelah Dinar lalu mengeluarkan ponsel.. Padahal tasnya masih menggantung di punggungnya, tapi ia sama sekali tidak peduli, tidak terusik..
"Din, aku dapet berita bagus.." katanya sambil menyunggingkan seulas senyum. Meski hanya beberapa detik, namun tampaknya penuh makna.
Dinar bergeming, sedikit demi sedikit curiga menjalari dadanya. Seolah situasi yang terlalu drastis ini menyemai terlalu banyak kebingungan yang... mencurigakan?
Sampai Izzah menunjukkan sesuatu yang terpancar dari layar ponselnya.. cahaya, rangkaian tulisan..
"Lihat! Baca cepat.." katanya memburu.
Dinar tercenung.. Curiga? Tapi.. bukan pesan singkat dari Tian itu yang membuatnya tepekur sesaat, tapi... ekpresi Izzah yang.. tidak wajar. Ya, tidak wajar untuk hal yang baginya tidak pernah berarti.
"Oh, lalu?" tanya Dinar dingin.
"Iya,. Bagus, kan? Tian bilang sendiri kalau dia nggak pernah suka sama Ana bahkan sekarang. Ia masih mau berpikir-pikir dulu dan, Ana selama ini hanya sahabatnya... dan.." Izzah berhenti sejenak, meghela nafas, mengatur intonasi suaranya juga.. semangatnya yang bisa jadi mencurigakan? Lalu mengubah ekspresinya sedikit datar, "Ya.. ini bisa jadi kesempatan hebat buatmu," katanya memaksakan ekpresi yang antusias.
Dinar masih bergeming, menatap sahabatnya dalam..jauh ke balik bayang-bayang dalam bola mata gadis itu. Curiga?
"Zah, please.. Tolong. Jujur aja kalau kamu emang suka sama Tian, bilang sekarang! Atau aku malah akan membencimu besok, saat aku tahu semuanya," kata Dinar dengan stabil, berusaha menata emosi dengan susah payah.
"Ah.. nggak lah.. ng-nggak kok, aku...nggak suka sama sekali sama dia. percaya, kan?"
Namun Dinar tidak menandakan isyarat jawaban apapun..

Hingga akhirnya suatu hari, saat biduk-biduk itu semakin sekarat dihempas ombak dan.. biduk itu terjungkir.. Lalu terbongkar, apapun yang dipendamnya,
"Maaf, Din.. oke aku ngaku, aku... suka.. Tian. Tapi, maaf.."
"Zah, aku udah pernah tanya sama kamu.. Tapi kenapa? Kenapa nggak sejak dulu, saat aku tanya itu, kamu bilang aja yang sejujurnya ke aku?"
Namun Izzah terdiam, terbungkam kosa katanya yang tiba-tiba hilang. Dinar tak sanggup meredam amarahnya, paling tidak jika masih menghadapi wajah sahabatnya itu. Maka ia berbalik dan meninggalkan Izzah, sendirian..

Sedangkan suatu hari, saat di sana ada Tian, Dinar, dan Gea.. Lalu di seberang sana, tampak Izzah duduk..sendirian.
"Nggak apa-apa kalau hanya dikhianati sahabat," kata Gea sambil menatap Izzah lurus.
Dinar seketika menoleh ke arah Gea namun gadis itu tidak menggubris meski ia yakin gadis itu menyadarinya. Tapi Dinar tidak peduli, tidak peduli bagaimana Gea tahu..mungkin semuanya sudah terlalu jelas sekarang, dan pantas juga ia menyadari kedustaan sahabatnya itu. Tapi ia hanya peduli, sejak kapan Izzah memendam hal ini?

Pernahkah kau membayangkan dirimu tenggelam..
Terlalu dalam bersama cinta..
Dan di sana kau kehilangan udara, kau... benar-benar tenggelam tanpa arah, tanpa tujuan..
Lalu kau mencoba berenang lagi, namun sesuatu menghempasmu ke dalam palung luka..duka..
Mungkin ombak, atau mungkin.. ah.. tidak penting!
Yang terpenting adalah,
aku merasa tidak dapat menghadapi semua ini. sendiri.
Saat merasa nafasku terlalu tercekat, hingga dadaku terlampau sesak..
Tenggorokanku terbebat terlalu kuat, hingga suaraku terlampau serak
Kepalaku terbanting terlalu berat, hingga pikiranku terlampau rusak..
Hatiku terbentur terlalu hebat, hingga rasaku terlampau retak..
Hanya berharap kegelapan ini tidak abadi dalam cahaya yang terlanjur jauh..
Berharap selanjutnya bukan pelampiasan.. dan aku bertaruh
Keputusan pergi ini bukan karena aku menyerah, tapi.. aku sadar diriku terlampau rapuh..


Tapi tidak lagi, aku pasti bisa, menganggap seluruh kenangan itu tiada..
Menganggap tenggelamku hanya di angan..
Namun aku masih melangkah lebar menyusuri taman..
Dalam kenyataan.. ;DD

_for my friend behind the scene :)
You must be stronger one day :D

3 komentar:

Riza Nurlailla mengatakan...

Beberapa bulan kemudian di saat Dinar telah mengubur semua lukanya, sesuatu hal membuatnya ingin menjerit. Izzah menunjukkan semua catatan lamanya dan kesemuanya tentang lelaki yang telah menggoreskan luka di hati Dinar. Izzah dengan bangga mengakui bahwa sampai sekarangpun dia masih menyukai lelaki itu. Dinar mencoba tersenyum meski hatinya benar-benar hancur..

Unknown mengatakan...

Dan aku berharap orang yang membaca posting yang satu ini "semuanya" saja.. baca komentar ini dengan jelas dan cermat! Mana mungkin kalau aku tokoh utamanya bisa tahu detil-detil terkecil pun????!! Terserah, Anda yang di sana.. mau percaya atau tidak mau lagi percaya sama saya. Maaf.

Riza Nurlailla mengatakan...

makasih buat adin telah membuatkan cerita tentang hidupku....

Posting Komentar

Thank's.. Leave another comment :)

 
© Copyright 2035 Scarlet Threads Me
Theme by Yusuf Fikri